Me & My Tomodachi...(1)
A Lonely, lonely, lonely saturday night, gumamku. Kutebarkan pandangan ke setiap sudut rumah. Tak ada siapa-siapa. Kuputuskan untuk duduk sesaat memikirkan hal menyenangkan yang paling masuk akal yang mungkin dapat kulakukan untuk menghabiskan waktu yang terasa berjalan lambat ini. Namun, bukannya ide-ide cemerlang yang terlintas dikepalaku, melainkan perasaan sepi yang sedang mencari kambing hitamnya.
Hari sabtu ini adalah weekend yang cukup kutunggu-tunggu. Aku sudah hampir seminggu merencanakan weekend berdua yang seru. Namun, rencana tinggal rencana. Dia sudah disibukkan dengan agenda weekend dengan teman-temannya. Alhasil, inilah aku meratapi nasib, tak tahu harus bagaimana. Aku takkan merengek karena aku cukup mengerti dia punya hak untuk menghabiskan waktu dengan teman-temannya.
Aku menjadi sedikit iri melihat tayangan di televisi. Beberapa gadis sedang berbagi cerita seru tentang ini dan itu yang tak ada habisnya. Lalu sesekali mereka tertawa saat memperhatikan gerak-gerik aneh seorang pemuda yang coba mendekati. Fiuhh...., mungkin memang cuma adegan singkat di film tapi cukup membuatku rindu pada sesuatu. Aku rindu sahabat-sahabatku. Aku rindu segala topik yang kami bicarakan bersama sambil menikmati biskuit lemon dan menonton serial Korea. Yup, drama korea yang dikejar sampai ngantri dan rebutan sama ‘jutaan’ orang di sebuah gang di Jl. Moses Gatot Kaca dan fantasinya cukup untuk membuat kami ikut-ikutan heboh seolah-olah tahu isi hati Rain pada Song Hye Kyo (Cuihh)!
Waktu menunjukkan pukul 21.30, bahkan tak ada kabar darinya. Disaat-saat seperti inilah aku sering merasa tak penting. Seolah tak ada seseorang untuk dikabari dimana, sedang apa, dan akan kemana. Aku tahu dia akan menempuh perjalanan cukup jauh dengan teman-temannya. Aku pikir, normalnya, dia tahu bahwa aku cukup khawatir. Lalu apa salahnya memberi kabar?. Kecewa. Mungkin itu yang kurasakan. Tapi, aku sadar, sifat yang tak ingin terikat terus adalah bagian yang tak bisa terpisahkan dari dirinya. Maka konsekuensi menyayangi seseorang adalah menerima itu.
Pikiranku kembali ke suatu hari, tiga tahun yang lalu. Saat itu kepalaku penuh sesak membayangkan harus berpisah dengan orang-orang yang aku sayangi. Meninggalkan Jogja sama seperti meninggalkan rumah bagiku. Meninggalkan mereka sama seperti kehilangan separuh semangat hidupku. Dan di saat-saat seperti inilah, aku merasa benar-benar kehilangan. Kehilangan orang-orang yang menganggapku ada dan bernilai. Aku kesepian.
Aku rindu masa-masa itu. Membahas novel baru, fashion terkini, sampai pria aneh yang mengejar-ngejar di Kampus. Aku ingin kembali ke masa-masa itu. Saat mereka selalu ada saat aku kesepian. Aku rindu sahabat-sahabatku, masa-masa itu, dan biskuit lemon.
Aprilia Nurmala Dewi
Sinjai, July 10th 2010
21.48
ok!
BalasHapus