dreams

Kamis, 22 Juli 2010

The Rain, The Bus, The Alley, and You…

Me & My Tomodachi....(2)

Ini adalah cerpen yang dibuat sahabat saya Witty. Kami terakhir ketemu tahun lalu. Salah satu orang yang paling saya rindukan. Dan cerita ini sukses bikin saya nangis...Thankyou wit buat cerita ini, i love it!


The Rain, The Bus, The Alley, and You…

Pukul 17.30
Jumat, hari ke sembilan di tahun 2009

Matahari sudah benar-benar tenggelam ke balik cakrawala. Sinar kemerahannya yang sesaat lalu masih tersisa, kini telah menghilang berganti awan gelap yang bergelung memenuhi langit. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Hujan yang sangat lebat kurasa, mengingat sesorean ini udara terasa begitu lembab dan angin berhembus begitu kencang. Sejak tadi, daun-daun bergerak kacau ke sana-kemari. Begitu pula bunga-bunga di tiap ujung rantingnya. Sebagian besar mereka yang tidak mampu lagi bertahan, akhirnya berguguran, melayang menutupi jalan. Burung-burung perenjak pun tidak lagi tampak bertengger di atas dahan. Semuanya sudah terbang tinggi dan jauh, mungkin mencari peraduan yang nyaman, sebelum Sang Kuasa Alam menjentikkan jemari dan membuat awan di atas sana menumpahkan semua isinya ke permukaan bumi.

Aku duduk dengan manis di dalam bus; di atas kursi tepat berseberangan dengan pintu. Tempat favoritku. Dengan jejeran kursi yang memutari sisi dalam bus dan jendela-jendelanya yang tinggi, sejujurnya ini adalah kendaraan yang agak membosankan bagi penumpangnya. Karena, jika kau tidak membawa novel atau ipod kesayanganmu, hal yang bisa kau nikmati di sisa perjalananmu adalah wajah penumpang lain di seberangmu, atau stiker no smoking pada kaca jendela di atasnya, atau ujung sepatumu sendiri. Tentu saja, kecuali jika kau duduk di kursi tempat di mana aku duduk sekarang. Di sini sama sekali tidak akan terasa membosankan. Berhadapan dengan pintu bus yang lebar sepenuhnya, adalah jendela kaca transparan, kau akan disuguhi pemandangan luar selama perjalanan. Entah bagi orang lain, tapi bagiku ini adalah hal yang menyenangkan. Mengamati apa yang terjadi di luar sana , apa pun itu, seperti menonton sebuah film dengan episode-episode lepas yang bisa kuterjemahkan sesuka hatiku. Begitulah. Aku melihat banyak hal, mengamatinya dan menikmatinya.

Aku melihat para pejalan kaki di trotoar. Dengan tergesa, mereka melangkah; sebagian menunduk, sebagian menudungi wajah. Mereka berusaha menghalau angin yang begitu kuat berhembus, debu yang beterbangan dan dedaunan kering yang berhempasan kesana-sini. Dan aku tersenyum. Aku merasa lega karena ada di tempat yang lebih nyaman. Tanpa khawatir ada angin; tanpa khawatir ada debu.

Aku melihat para pengendara motor di sisi jalan. Mereka begitu serius dengan kemudi masing-masing, berusaha mencari ruang agar bisa saling mendahului. Cuaca yang tengah tidak bersahabat ini memberi godaan yang begitu besar pada mereka untuk secepatnya tiba di tempat tujuan. Dan aku pun tersenyum. Aku senang tengah berada di dalam bus. Di sini aku tidak perlu mengkhawatirkan cuaca, atau apa pun.

Aku melihat para pedagang di pinggir jalan. Mereka terburu-buru memasang berlapis-lapis peneduh untuk dagangan mereka, seolah berlomba dengan kekuatan alam. Mereka bertahan, merapatkan pakaian dan jaket untuk menghalau dinginnya udara; sementara yang lainnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing mencari kenyamanan dan kehangatan. Dan aku tersenyum. Di dalam bus, aku tidak perlu khawatir akan rasa dingin atau khawatir akan kebasahan karena hujan yang kapan saja bisa turun.

Aku melihat beberapa anak kecil berkejaran di trotoar. Mereka bermain dengan plastik sampah yang melayang-layang terbawa hembusan angin, saling mendorong satu sama lain dan bersenda-gurau. Untuk sesaat, mereka terlihat sangat menikmatinya, sebelum tiba-tiba berlarian dan menghilang ke balik sebuah rumah. Kilatan cahaya petir membuat mereka ketakutan rupanya. Aku pun tersenyum. Berada di dalam sini, aku bisa bersandar dengan tenang di kursiku. Aku tidak perlu mengkhawatirkan gemuruh suara petir; atau apa pun juga.

Lalu, aku melihat jalan itu. Akhirnya bus yang kunaiki tiba di sebuah lampu merah, dan berhenti begitu persis di muka jalan tersebut; hingga keseluruhan jalan bisa terbingkai sempurna di dalam frame pintu berkaca di hadapanku. Tidak ada apa pun di sana . Tidak ada pejalan kaki, pengendara motor, pedagang, atau pun anak-anak yang berkejaran. Hanya jalan lurus yang panjang, kosong dan sepi. Jalan yang begitu kukenal. Jalan tahunan kebelakang sering sekali aku lalui. Teramat sering. Namun sekarang tidak lagi, karena yang selalu kutuju dulu sudah tidak ada lagi di sana kini.

Dan semua ingatan pun muncul kembali. Berurutan, bagai terproyektor tepat di depan mataku. Tanpa cela. Hari-hari itu. Saat-saat itu. Tentang dirimu.

Dan hujan pun turun. Akhirnya. Titik-titiknya membasahi semua hal yang tiada berteduh. Langit pun menggelap sepekat-pekatnya dan angin bertiup sekencang-kencangnya. Dan aku tidak lagi tersenyum.

--Dedicated to some one, whom I always miss every single day since she’s leaved--

Rabu, 21 Juli 2010

BEDA ITU INDAH, TANPA BASA-BASI ATRIBUT!

Tentang saya dan dia...(1)

Beda itu indah. Saya pernah mendengar itu, suatu hari, entah kapan, sudah lama sekali. Beda itu indah. Begitu juga yang berlaku dalam hubungan mars dan venus, seperti yang saya kutip dari sebuah tabloid wanita. Beda itu indah. Karena berbagi persamaan itu biasa, tapi mengharmonisasikan perbedaan itu luar biasa.

Banyak yang bilang kami itu terlalu berbeda. Yup, it's too obvious to say. Orang paling blo'on di dunia juga pasti bisa melihat itu. Banyak yang bilang kami nggak cocok. Well, bicaralah tentang atribut maka anda akan menemukan begitu banyak ketidakcocokan.

A friend said to me one day, "Could you throw away those differences?". Waktu itu saya masih berpikir. Sulit.
Setelah lama saya pikirkan, maka 'atribut'lah yang membuat saya tak bisa mengesampingkan perbedaan. Andaikan manusia bisa hidup harmonis tanpa 'atribut', mungkin saya bisa melakukannya.

Awalnya, atribut ini-itu membuat saya lelah. Di satu sisi sulit menerima, di sisi lain tak mau melepaskan. Time has passed dan saya mulai berpikir. Beberapa perbedaan membuat saya punya warna baru dalam hidup. Saya bisa melihat dunia baru, yang dulu mungkin takkan menarik hati saya sama sekali. Saya mungkin (seperti most people) belum bisa 100% melepaskan viewpoint dan judgement berdasarkan atribut. Tapi, saya dengan berbesar hati dan bersungguh-sungguh sedang berusaha menghargai perbedaan, mencintai perbedaan, menikmati perbedaan tanpa basa-basi atribut!

It's me, aprilia nurmala dewi, yang tak sedang bicara tentang tetek bengek prinsip, yang hanya sedang berusaha menggali hidup dari sudut yang baru, yang berharap bahwa perbedaan-perbedaan itu bisa benar-benar jadi warna yang tak mengubah prinsip.

To my dearly luved one...we're different, they said. We're different, you said. We're different, i knew it. I'm just trying to live happily in those differences. Just let me...

Selasa, 20 Juli 2010

Kelapa Ajaib

Senin lalu, saya bareng adek dan teman2 saya janjian untuk menghadiri acara nikahan teman prajab kami. Setelah itu (berhubung dikantor ga da kerjaan), salah satu dari teman saya ngasih ide untuk nongkrongin es kelapa muda andalan di Jl. Persatuan Raya, depan Wisma Hawai, yg katanya paling enak di Sinjai. Entah karena kehausan atau mau ngebuang semua racun, Ika (tetangga, teman kantor, teman ngider, teman ini dan itu...)yg notabene si empunya ide, mesen segelas es kelapa muda plus sebiji kelapa muda lagi. Setelah kami enek ngabisin es kelapa muda masing2, Ika masih aja sibuk dgn kelapanya yang bulet sebiji. Tunggu punya tunggu...Ika nyeletuk,"Nih kelapa ndak abis-abis!!". Awalnya kami cuma cekikikan. Tapi beberapa menit kemudian, dia nyeletuk lagi, "Serius, ini kelapa ndak abis-abis!" sambil ngintip kedalam kelapa melalui lubang kecil seiprit tempat nengkrengnya sedotan. Alhasil, kami jadi ikut2an ngintipin si kelapa bulet yg katanya gak abis-abis itu. "KELAPA AJAIB" itulah akhirnya hasil musyawarah untuk mufakat. Kelapanya yang memang ajaib ato kemampuan Ika aja yang terbatas...! Estimasi yang agak bego memang hehe. Jadilah, waktu mau bayar, Reny (salah satu teman dan rela jadi driver baik hati)bilang sama si penjual. "Brapa semuanya? es kelapa 4, kelapa ajaib 1"....

Senin, 19 Juli 2010

tas bagus, tas murah...yuk mariii!!!

Normalnya perempuan, emang paling gak bisa mengontrol diri klo dah ngeliat barang bagus. Tadi, masih pagi-pagi dan masih di kantor pula, teman dari ruangan sebelah bawa barang dagangan tas. Spontan, teman satu bagian yang sama shopaholicnya sama saya, bereaksi cepat. Jadilah kami pagi-pagi dah ribut dan ribet memilih-milih tas; mana yang bagus, mana yang lucu, mana yang nggak pasaran, mana yang warnanya nggak norak, dan berapa harganya. Waktu temen cowok saya nelpon, automatically dia jadi terperangkap dalam sahut-sahutan, "Ini nih, warna ijo-nya nggak pasaran..", "Yang ini pas deh sama baju hansip, buat hari senin", "Yang ini agak mahalan, 170" serta bla-bla-bla yang lain. Temen cowok saya itu langsung komen,"Kayak di pasar!". Saya pun cuma sedikit cekikikan dan mengiyakan. Wong memang begitu faktanya.


gambar ini mirip sama tas yg tadi dijual dan saya taksir, warnanya sama tapi satu lagi berwarna coffee creme...gak sama persis tapi lumayan representatif untuk dijadikan ilustrasi

Syukurlah setelah lama berkutat dengan tas-tas itu, salah satu dari kami mutusin untuk membeli salah satu tas (yg menurut saya paling bagus). Kenapa saya bilang syukur, karena biasanya...hal yang paling gak ngenakin kalo ada setumpuk jualan, segerombolan calon pembeli, sejuta komentar, dan berkali-kali pose dengan barang jualan akhirnya hanya berakhir dengan "Lain kali yah...tunggu tanggal muda". FIUHH!!

Tapi inilah seninya menjadi cewek, mulai dari nongkrongin barang dagangan orang, menimbang-nimbang kelamaan, sampe memutuskan membeli barang pilihan sesuai selera (walau pada kasus saya, sering membeli tanpa alasan yang rasional). Intinya...kami cewek hanya berusaha menyenangkan diri, memuaskan hati, menampilkan yang terbaik, dan memberi jalan pahala bagi orang yg memuji kami jika kami tampil lebih baik...menurut anda???

Today's Favourite : Helm Doraemon




HELM DORAEMON

Sudah 3 bulanan saya nyari-nyari helm doraemon. Dulu,pacar ngajak saya liat2 helm, sayangnya helm cowboy doraemon yang saya lihat warnanya hitam dan gold. Lumayan keren sebenarnya, tapi nggak 'saya' banget, saya suka warna merah maroon dan kalopun gak ada yg warnanya maroon at least doraemon banget. Setelah saya punya dua helm (yang akhirnya dikasih label stiker doraemon), hari ini saya baru nemu online shop yang jualan helm doraemon. So, saya pikir mau saya lihat2 dulu, kalo ada yang bikin takjub kemungkinan saya beli. Tapi kalo gak ada love at the first sight rasanya saya mundur aja. Gak mungkin kan saya jadi punya 3 helm cuma karena gak ketemu helm doraemon yg pas???.

Minggu, 18 Juli 2010

SOMETIMES I FEEL...2

Sometimes I Feel....

CONFUSED! Yup, bingung...Why do they look at him like an alien? Why do they list too much weaknesses? Tapi begitu menyangkut orang lain...they have too much excuses! WHY? Kenapa semua excuses itu untuk orang lain? bukan untuk dia?

Sometimes I Feel....

I Wanna SCREAM and tell the world that i do luv him for no reason...i'm just in luv and i just dunno why...even when i know and i'm scared that it might break me one day...
CRIES.....

My DIARY (bunch of laughs and tears)

BELUM SIAP

Saya memang decision maker yang buruk
Saya memang petarung yang payah
Saya memang pecinta yang tidak sempurna
Saya memang anak yang kurang berbakti
Saya memang cuma manusia
Dan untuk memilih, melepaskan, dan melupakan....
Saya belum siap!!!

Sabtu, 17 Juli 2010

LEMON BISCUITS

Me & My Tomodachi...(1)

A Lonely, lonely, lonely saturday night, gumamku. Kutebarkan pandangan ke setiap sudut rumah. Tak ada siapa-siapa. Kuputuskan untuk duduk sesaat memikirkan hal menyenangkan yang paling masuk akal yang mungkin dapat kulakukan untuk menghabiskan waktu yang terasa berjalan lambat ini. Namun, bukannya ide-ide cemerlang yang terlintas dikepalaku, melainkan perasaan sepi yang sedang mencari kambing hitamnya.
Hari sabtu ini adalah weekend yang cukup kutunggu-tunggu. Aku sudah hampir seminggu merencanakan weekend berdua yang seru. Namun, rencana tinggal rencana. Dia sudah disibukkan dengan agenda weekend dengan teman-temannya. Alhasil, inilah aku meratapi nasib, tak tahu harus bagaimana. Aku takkan merengek karena aku cukup mengerti dia punya hak untuk menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

Aku menjadi sedikit iri melihat tayangan di televisi. Beberapa gadis sedang berbagi cerita seru tentang ini dan itu yang tak ada habisnya. Lalu sesekali mereka tertawa saat memperhatikan gerak-gerik aneh seorang pemuda yang coba mendekati. Fiuhh...., mungkin memang cuma adegan singkat di film tapi cukup membuatku rindu pada sesuatu. Aku rindu sahabat-sahabatku. Aku rindu segala topik yang kami bicarakan bersama sambil menikmati biskuit lemon dan menonton serial Korea. Yup, drama korea yang dikejar sampai ngantri dan rebutan sama ‘jutaan’ orang di sebuah gang di Jl. Moses Gatot Kaca dan fantasinya cukup untuk membuat kami ikut-ikutan heboh seolah-olah tahu isi hati Rain pada Song Hye Kyo (Cuihh)!

Waktu menunjukkan pukul 21.30, bahkan tak ada kabar darinya. Disaat-saat seperti inilah aku sering merasa tak penting. Seolah tak ada seseorang untuk dikabari dimana, sedang apa, dan akan kemana. Aku tahu dia akan menempuh perjalanan cukup jauh dengan teman-temannya. Aku pikir, normalnya, dia tahu bahwa aku cukup khawatir. Lalu apa salahnya memberi kabar?. Kecewa. Mungkin itu yang kurasakan. Tapi, aku sadar, sifat yang tak ingin terikat terus adalah bagian yang tak bisa terpisahkan dari dirinya. Maka konsekuensi menyayangi seseorang adalah menerima itu.

Pikiranku kembali ke suatu hari, tiga tahun yang lalu. Saat itu kepalaku penuh sesak membayangkan harus berpisah dengan orang-orang yang aku sayangi. Meninggalkan Jogja sama seperti meninggalkan rumah bagiku. Meninggalkan mereka sama seperti kehilangan separuh semangat hidupku. Dan di saat-saat seperti inilah, aku merasa benar-benar kehilangan. Kehilangan orang-orang yang menganggapku ada dan bernilai. Aku kesepian.
Aku rindu masa-masa itu. Membahas novel baru, fashion terkini, sampai pria aneh yang mengejar-ngejar di Kampus. Aku ingin kembali ke masa-masa itu. Saat mereka selalu ada saat aku kesepian. Aku rindu sahabat-sahabatku, masa-masa itu, dan biskuit lemon.

Aprilia Nurmala Dewi
Sinjai, July 10th 2010
21.48

DEADLINE OH DEADLINE...

Dulu, sebelum akhirnya bekerja di kantor saya sekarang, tidak pernah terlintas sedetik pun untuk jadi Pegawai Negri Sipil. Stereotype negatif dan gambaran umum yang sering saya dapatkan membuat saya sangat ogah kalau harus menjadi PNS. What the hell should i do? pikir saya waktu itu. Tapi, saya nggak tahu apa namanya, sudah jodoh saya atau bagaimana, disinilah saya pada akhirnya; menjadi staf di instansi pemerintah.
Kalau akhirnya saya pelan-pelan bisa menikmati pekerjaan ini, maka dua alasan utamanya adalah suasana kerja yang menyenangkan dan tugas menulis yang diberikan atasan pada saya. Yup, alasan kedua menjadikan saya merasa (at least) sedikit menemukan diri saya yang dulu. Saya suka menulis sejak masih duduk di bangku SD. Waktu luang saya dihabiskan dengan menulis, menulis, dan menulis. Walaupun genre tulisan saya sekarang dengan yang dulu sangat jauh berbeda, tapi saya sudah cukup lega dengan tetap bisa menulis.
Dari fiksi bernuansa Korea dan Jepang, kini saya beralih ke berita atau advetorial penting mengenai kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah. Dari imajinasi ke fakta yang gak boleh main-main. Akhirnya berkenalanlah saya dengan apa yang orang sebut deadline.
Berhubung advetorial yang kami pegang harus terbit tiap senin, maka wiken saya lebih banyak tersita untuk mengejar deadline minggu siang. Mulai dari menulis advetorial sampai mencari foto-foto yang sesuai. Kedengarannya sih gampang, tapi pada prakteknya lumayan ribet juga. Bayangin kalau harus mempromosikan suatu instansi sementara saya sama sekali buta tentang instansi tersebut dan segala programnya. Alhasil, saya dan teman pernah begadang dikantor orang demi mencari narasumber.
Sedikit-sedikit deadline....begitu mungkin keluhan orang-orang yang sering saya batalkan janjinya. Mulai dari undangan teman sampai ke acara piknik bersama sudah sering dilewatkan untuk deadline. Mengeluh? well, a little. Kadang merasa tertekan dengan schedule, tapi justru pekerjaan menulis ini yang membuat saya merasa menjadi diri saya di kantor. That's why, saya tidak pernah berpikir kalau deadline-deadline itu membebani saya. Walaupun, keluarga dan pacar pernah mengeluhkan urusan deadline ini. Ortu sering kebingungan melihat saya keluar malam untuk urusan 'deadline'. Mereka sering merasa aneh dengan aktivitas saya yang sudah seperti wartawan gak jelas :). Saya juga bingung harus menjelaskan dengan cara apa, apalagi kadang keluarga saya berpikir dengan gaya berlabel konservatif. Malah, pacar saya pernah complain dan bilang kalau saya cuma mementingkan berita dan berita. Kalau lagi mood, dia cuma bercanda dan bilang kalau saya ini lebih mirip wartawan daripada pns hahahaha....!
Well, hari ini pun sebenarnya saya kepentok deadline, tapi cuaca yang tidak bersahabat membuat aktivitas jadi terhambat. Kalau sudah begini, saya jadi suka menyalahkan diri sendiri yang memang kadang agak pentium 1 dalam mengerjakan advetorial. Sifat manja pun harus saya babat habis. Kalau deadline dah mengejar dan gak ada partner untuk menemani bertualang mencari bahan, saya kelimpungan. Akhirnya, saya sendiri yang dibuat bingung dan ribet dengan hal ini. Saya cuma berdoa semoga cuaca lebih bersahabat dan saya bisa menyelesaikan kerjaan saya malam ini juga....